Kala
Rindu Menyapa
Rindu
adalah butir-butir pengharapan yang kau berikan tanpa timbangan.
Rindu
adalah kecupmu di kepalaku, yang walau telah mengendap dalam waktu, tidak
sedikit pun terabrasi dri pikiranku.
Rindu
itu di saat kamu merasa yang biasa ada di sampingmu pergi, dan takut itu tidak
akan kembali.
Rindu
adalah malam yang tak sabar menunggu embun pagi datang, dan akhirnya memilih
berdialog dengan bulan sambil tetap menunggu.
Rindu
itu sederhana, aku, kamu, tak ketemu.
Rindu
adalah foto yang kau tangisi saat kau ratapi dengan teliti.
Rindu
karena tak sempat berbagi indah, hanya menyisakan bantal yang basah.
Rindu
adalah rasa nyaman hanya dengan melihat punggungnya.
Rindu adalah
melepasnya dengan lambaian dan senyuman di stasiun kala itu.
Rindu
adalah saat kau mengatakan bai-baik saja padanya, padahal sebenarnya hatimu
serasa tertempa ribuan beton karena memikirkannya.
Rindu
adalah saat kau membuka hati untuknya,
tap dia malah mengacuhkannya.
Rindu
adalah saat kau ingin memeluknya dalam diam, tapi lalu kau terhentak dan sadar
bahwa itu musthahil.
Rindu
adalah tentang senyum dan tawanya yang masih tersimpan di sudut hatimu.
Rindu
adalah ketika bayangmu melintas di pikiranku sesaatku membuka mata dari lelap
tidurku.
Rindu
adalah goresan namanya memenuhi buku harianmu.
Rindu
adalah ketika kau mendengarkan dengan syahdu sebuah lagu kesukaannya.
Rindu
adalah rasa ingin menjailinya lagi, sementara tidak ada.
Rindu
adalah menangis dalam diam di sela – sela penantian.
Rindu
adalah merasa bersemangat kembali saat kau mengingat semua impianmu bersamanya.
Rindu
adalah ketika kau melihatnya di facebook, YM, atau BBM namun tak berani
menyapa.
Rindu
adalah saat kau mengetik SMS selamat tidur untuknya, namun hanya berani kau
simpan di dalam draft.
Rindu
adalah saat kau sudah berhasil menghapus nomornya dari contact-mu tapi kau
masih ingat setiap digitnya.
Rindu
adalah di mana kau selalu ingattau bahkan bau lagu kesukaannya, bentuk
tulisantangannya, atau bahkan bau badannya.
Rindu
adalah saat aku di pulau Sumatera dan
kau begitu jauhnya di pulau Jawa.
Rindu
adalah di mana aku tidak pernah tahu kapan akan berhenti mengharapkanmu.
Rindu
adalah membalas lambainmu di keramaian, hanya untuk tahu kamu melambai ke cewek
di belakangku.
Rindu
adalah di dalam mal, dan baru sadar pakai sandal jepit yang beda warna.
Rindu
adalah saat seorang cadel berteriak “LIIINDUUUUU” dan banyak orang – orangyang
menghambur keluar dengan wajah panik.
Rindu
genggaman erat di jari, ciuman di kening, embusan napas di telinga, bisikan
lirih “terima kasih” dan desir halus saat cinta menyapu hati.
Rindu
adalah gema masa lalu yang terus menggaung sampai kini, hingga nanti, sampai
mati...
Rindu
adalah ketika kamu meng-unfollow aku, tapi suka ngintip – ngintip timeline-ku.
And yes, I know you still do.
Rindu
adalah ketika kamu masih setia mengecek update-an statusku, dan profile-ku
namun kamu tak berani commant apalagi nge-wall.
Rindu
adalah ketika aku mendamba air dan kau menuangnya padang pasir.
Rindu
adalah ketika detak jantungku mendaraskan satu nama, dan kau di sana menulikan
telinga.
Rindu
adalah lintah yang menghisap habis setiap senyum saat kau lupa menyapa.
Rindu
adalah ketika sinyal internet terbang ke surga, sedang aku di bumi semalaman
merana.
Rindu
adalah percikan rasa yang ku nikmati, sebelum ku tahu itu dapat sangat
menyiksa.
Rindu
adalah ketika angin membisikkan namamu, tapi hanya aku yang mampu mendengarnya.
Rindu
adalah ketika ku bisikkan namamu dalam tiap kesempatan tapi tiada satu orang
pun yang dengar, tidak juga kau.
Rindu
adalah ketika dalam tidur pun aku memikirkanmu.
Rindu
adalah rangkaian kata – kata istimewa untukmu, tapi tak dapat ku sampaikan.
Rindu
adalah satu kata yang sukar terucap, karena di kalahkan oleh gengsi.
Rindu
adalah sebuah penyakit, dan kamu adalah obatnya.
Rindu
adalah ketika aku berkendara dan tanpa sadar menuju rumahmu.
Rindu
adalah ketika fantasiku meliar tentang suaramu, sentuhanmu, genggamanmu,
pelukanmu, kecupanmu.
Rindu
adalah ketika aku merasa mencium wangimu, dan berusaha menemukan sumbernya.
Rindu
adalah ketika aku duduk di sisi taman, seperti yang biasa kau lakukan.
Rindu
adalah ketika suara motor yang ku dengar kusangka suara motormu.
Rindu
adalah ketika orang lain dapat menemukanmu, dan aku tidak.
Rindu
adalah ketika aku menggenggam tanganku dan membayangkan kau yang
menggenggamnya.
Rindu
adalah jeda, untuk lebih mencintaimu.
Rindu
itu, hitungan langkah kaki untuk mendekat denganmu.
Rindu
adalah segelas pelukan. Kau siapkan dan jaga agar tetap hangat. Hingga ia
menghampirimu.
Rindu
itu adalah waktu dimana aku menjadi pelukis. Kala ketidaktentraman membuatku
terpejam, ku lukis bayanganmu dalam kelopak mataku.
Rindu
itu penawar ulung, kau bisa jual apa saja untuk menghabiskannya. Kau jual waktu
dan jarak, dan bahkan energimu.
Rindu
adalah gema suara yang terngiang di telinga, terputar berulang dalam benak
jiwa.
Rindu
itu keikhlasan untuk tak bersua, tak senada dan tak seirama dalam sepotong
waktu yang ada. Sementara. . .
Rindu
itu adalah gairah menggebu untuk bertemu dalam rintihan waktu.
Rindu
itu lonceng waktu, untuk selalu mengingatmu.
Rindu
itu, menutup mata kala terjaga, mengharap kau ada saat esok tiba.
Rindu
itu adalah ketika aku terpaku pada guratan wajah berpigura di sudut kamarku.
Ketika hatiku berteriak di kejauhan dan hanya kau yang mendengar.
Itulah
RINDU.
Rindu
itu waktu dan aku tanpa kamu.
No comments:
Post a Comment